PENILAIAN KINERJA
OLEH : WEST ALQORNI
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Dengan
mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai bentuk tugas individu pada Mata Kuliah “Manajemen SDM Pendidikan”.
Dalam
makalah ini akan disajikan materi yang diharapkan dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.
Penyusun
sangat sadar makalah ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu
penyusun sangat terbuka sekali bagi berbagai kritikan dan saran demi perbaikan
di masa yang akan datang. Akhirnya penyusun mohon maaf atas segala
kekurangannya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Mei 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Permasalahan 1
C.
Perumusan Masalah 2
D.
Tujuan dan Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A.
Pengertian Penilaian Kinerja 3
B.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja 4
C.
Elemen Penilaian Kinerja 6
D.
Metode Penilaian Kinerja 9
E.
Proses Penyusunan Penilaian Kinerja 11
F.
Penilaian Kinerja Guru 13
BAB III PENUTUP 16
A.
Kesimpulan 16
B.
Saran 16
Daftar Pustaka 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan hal yang penting bagi suatu negara untuk menjadi negara maju, kuat,
makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa
terpisah dengan masalah pendidikan bangsa. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas
kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya
Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi agar
dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan.
Karena adanya tantangan-tantangan baru untuk meningkatkan pelayanan
publik baik kualitas maupun kuantitasnya, maka merupakan suatu hal yang
mendesak bagi organisasi maupun perusahaan untuk melakukan peningkatan dan
pengembangan kemampuan, pengetahuan serta keterampilan sumber daya manusianya,
sehingga diharapkan akan bisa menghasilkan pegawai yang memiliki tingkat
kompetensi yang kompetitif.
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik harus bisa
menampung berbagai tantangan eksternal yang dihadapi oleh para pegawai,
terutama yang mempunyai dampak kuat terhadap pelaksanaan tugasnya. Tidak dapat
disangkal bahwa berbagai situasi yang dihadapi oleh seseorang di luar
pekerjaannya, seperti masalah keluarga, keadaan keuangan, tanggung jawab sosial
dan berbagai masalah pribadi lainnya pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja
seseorang.
Hal ini berarti sistem penilaian tersebut harus memungkinkan para
pegawai untuk mengemukakan berbagai masalah yang dihadapinya itu. Organisasi seyogianya
memberikan bantuan kepada para anggotanya untuk mengatasi masalahnya itu.
Penilaian prestasi sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan
perubahan status Karyawan (dari status percobaan/kontrak akan menjadi tetap)
atau untuk kenaikan jabatan saja. Tapi juga bisa untuk menentukan mutasi,
demosi, kenaikan gaji berkala (kalau ada), perhitungan insentif, bonus dan
bentuk reward yang lain.
B.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah :
1.
Pengertian Penilaian Kinerja
2.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
3.
Elemen Penilaian Kinerja
4.
Metode Penilaian Kinerja
5.
Proses
Penyusunan Penilaian Kinerja
6.
Penilaian
Kinerja Guru
C.
PERUMUSAN
MASALAH
Perumusan dalam
makalah ini adalah bagaimana penilaian kinerja itu.
D.
TUJUAN DAN
MANFAAT
Agar dapat menambah
wawasan pembaca tentang :
1.
Pengertian Penilaian Kinerja
2.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
3.
Elemen Penilaian Kinerja
4.
Metode Penilaian Kinerja
5.
Proses
Penyusunan Penilaian Kinerja
6.
Penilaian
Kinerja Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian
prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W adalah proses untuk mengukur
prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara
membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan
yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar
kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Siagian
(1995:225–226) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan
dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang di dalamnya terdapat
berbagai faktor seperti :
1.
Penilaian
dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga
tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan;
2.
Penilaian
yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan
langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan
secara obyektif;
3.
Hasil
penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud:
a.
Apabila
penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi
pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa yang akan
datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
b.
Apabila
penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan mengetahui
kelemahannya dan dengan sedemikian rupa mengambil berbagai langkah yang
diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
c.
Jika
seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami
dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
d.
Hasil
penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan secara rapi dalam
arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik
yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai bersangkutan;
e.
Hasil
penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai,
baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam
pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Penilaian
kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal yang
secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
1.
Identifikasi,
yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan
suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa
jabatan.
2.
Pengukuran,
merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak
manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan
buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan
nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki
kesamaan tugas.
3.
Manajemen,
proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak
manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai
di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan
balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat benang
merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja
merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang
mendukung kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya.
Proses penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap
standar yang telah ditetapkan atau
memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan
tugas.
B.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan
manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1.
Performance
Improvement. Memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang
berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2.
Compensation
Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang
berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3.
Placement
Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4.
Training
and Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi
pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5.
Carrer
Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi
karir yang dapat dicapai.
6.
Staffing
Process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7.
Informational
Inaccuracies and Job Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan
yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang
informasi job analysis, job design, dan sistem informasi manajemen sumber daya
manusia.
8.
Equal
Employment Opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak
diskriminatif.
9.
External
Challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya
faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja,
faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber
daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10.
Feedback.
Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
Berdasarkan
kesepuluh tujuan di atas, berbagai pihak manajemen lembaga dan perusahaan mengarahkan
tujuan penilaian kinerja untuk:
1.
Memberikan
feedback bagi pegawai dan urusan kepegawaian
2.
Dipergunakan
sebagai pertimbangan penentuan sistem reward (namun pada kenyataannya
berdasarkan hasil penilaian kinerja periode Desember 2004, justru penilaian
kinerja sebagai pertimbangan penentuan punishment bagi pegawai yang kinerjanya
kurang baik)
3.
Dipergunakan
sebagai pertimbangan promosi dan rotasi pegawai
4.
Dipergunakan
sebagai sumber informasi tentang kebutuhan pelatihan dan pengembangan
pegawai.
C.
Elemen Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat
mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk
menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para
pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian
kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil
pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama
dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah:
1.
Performance
Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar
yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan
diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja
ini. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian
kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan
objectivity.
a.
Validity
adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan
yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau
relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
b.
Agreement
berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima
oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip
validity di atas.
c.
Realism berarti standar penilaian tersebut
bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan
pegawai.
d.
Objectivity
berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan
keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit
untuk dipengaruhi oleh bias-bias penilai
2.
Kriteria
Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi,
yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical
base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development),
dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a.
Kegunaan
fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian
kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil
keputusan.
b.
Valid
atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja
tersebut.
c.
Bersifat
empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d.
Sensitivitas
kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja,
bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e.
Sistematika
kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan
organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada
pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan
kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga
sebaliknya.
f.
Kelayakan
hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian
kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria,
product-based criteria, behaviour-based criteria. People-based criteria dibuat
berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak digunakan untuk
selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian
terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan
keterampilan. Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada
people -based criteria. Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output
yang ingin dicapai. Behaviour-based criteria
mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau
teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan
sesuai dengan aspek-aspek tersebut.
3.
Pengukuran
Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai
dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan
kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti
membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya
yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif.
Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain
selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran
yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi
atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk
diverifikasi oleh orang lain.
4.
Analisa
Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah
dikumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan
melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain
sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan
antara standar kinerja dengan kinerja aktual.
5.
Bias
dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau
metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis,
valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian
kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga
menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan
pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis
(1996:348) adalah:
a.
Hallo
Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya.
Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh
nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai
yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
b.
Liniency
and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa
mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi
nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah
penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap
pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c.
Central
tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak
terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi
penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung
memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d.
Assimilation
and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai
pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan
memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak
memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect,
yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau
ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang
lainnya;
e.
First
impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai
berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini
dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
f.
Recency
effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja
mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu
tertentu.
D.
Metode Penilaian Kinerja
Banyak
metode dalam penilaian kinerja yang bisa dipergunakan, namun secara garis besar
dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian
kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods
(penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan), (Werther dan Davis,
1996:350). Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang
dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah
diukur, terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur
tidak dapat diubah sehingga kadang-kadang justru salah menunjukkan seberapa
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu, metode ini
kadang-kadang sangat subyektif dan banyak biasnya. Future based methods adalah penilaian kinerja
dengan menilai seberapa besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan
kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih
menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan
untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari metode ini adalah
keakuratannya, karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana kinerja
seseorang pada masa datang. Pengkasifikasian pendekatan penilaian kinerja oleh
Wherther di atas berbeda dengan klasifikasi yang dilakukan oleh Kreitner dan
Kinicki (2000). Berdasarkan aspek yang diukur, Kreitner dan Kinicki
mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi tiga, yaitu: pendekatan trait,
pendekatan perilaku dan pendekatan hasil.
Pendekatan
trait adalah pendekatan penilaian kinerja yang lebih fokus pada orang. Pendekatan
ini melakukan perankingan terhadap trait atau karakteristik individu seperti
inisiatif, loyalitas dan kemampuan pengambilan keputusan. Pendekatan trait
memiliki kelemahan karena ketidakjelasan kinerja secara nyata. Pendekatan
perilaku, pendekatan ini lebih fokus pada proses dengan melakukan penilaian
kinerja berdasarkan perilaku yang tampak dan mendukung kinerja seseorang.
Sedangkan pendekatan hasil adalah pendekatan yang lebih fokus pada capaian atau
produk. Metode penilaian kinerja yang menggunakan pendekatan hasil seperti
metode management by objective (MBO), (Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).
Metode-metode
penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh di atas yang paling
banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:
a.
Written
Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis deskripsi mengenai
kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan
saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
b.
Critical
Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat mengenai
apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad
behaviour) pegawai.
c.
Graphic
Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai
kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja
(performance factor ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan
tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah
yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung
jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan
begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya. Metode ini
merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.
d.
Behaviourally
Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian kinerja yaitu
evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang
mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian
pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima
suap dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila
pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala
7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan. Pada
contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima suap dari pelanggan.
Nilai 7 dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan bantuan.
Dengan mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam
penilaian.
e.
Multiperson
Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu seorang pegawai dibandingkan
dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini sangat berguna
untuk menentukan kenaikan gaji (merit system), promosi, dan penghargaan
perusahaan.
f.
Management
By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja, yaitu pegawai dinilai
berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifik yang telah ditentukan
sebelumnya. Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh manajer saja, melainkan
ditentukan dan disepakati bersama oleh para pegawai dan manajer.
Setiap
metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sehingga
tidak baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada
satu jenis metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode
yang sesuai dengan lingkup organisasinya, Mondy dan Noe (1993: 414).
E.
Proses Penyusunan Penilaian Kinerja
Proses
penyusunan penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:398) terbagi dalam
beberapa tahapan kegiatan yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
Identifiksi
Tujuan
|
Mendiskusikan
hasil penilaian dengan pegawai
|
Menilai Kinerja
Pegawai
|
Menetapkan
Standar Terhadap Suatu Jabatan
|
Menyusun Sistem
Penilaian Kerja
|
Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian kinerja yaitu
harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dengan
adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi penting
karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih memudahkan dalam
menentukan desainpenilaian kinerja.
Langkah
yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu jabatan, sehingga
akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur dalam penilaian
kinerja. Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait dengan
pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan dengan
menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian tugas masing-masing
jabatan.
Setelah
tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja diketahui, maka
langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus selalu dikaitkan
dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain penilaian kinerja
memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh, penilaian
kinerja yang dilakukan untuk menentukan besaran gaji pegawai dengan penilaian
kinerja yang bertujuan hanya untuk mengetahui kebutuhan pengembangan tentunya
memiliki desain yang berbeda.
Langkah
berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap pegawai yang menduduki
suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja, atau
dengan sistem 360o. Penilaian dengan sistem 360o
maksudnya adalah penilaian satu pegawai dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang
sejajar/setingkat, dan bawahannya. Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya
dianalisa dan dikomunikasikan kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka
mengetahui kinerjanya selama ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh
organisasi. Evaluasi terhadap sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan
juga dilaksanakan pada tahap ini. Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat
mencapai tujuan dari diadakannya penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata
belum, maka harus dilakukan revisi atau mendesain ulang sistem penilaian
kinerja.
Awal tahun 2013 sepertinya akan menjadi “Hari Besar”
bagi semua guru di Indonesia. Pasalnya, mulai 1 Januari 2013, dunia pendidikan,
khususnya sekolah, akan memberlakukan sebuah sistem baru, yakni Penilaian
Kinerja Guru (PKG). Penilaian ini sudah diatur dalam Permendiknas No. 35 tahun
2010 tentan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Lalu, apa sebenarnya yang menjadi latar belakang diberlakukannya PKG
ini?
Awal tahun 2013 sepertinya akan
menjadi “Hari Besar” bagi semua guru di Indonesia. Pasalnya, mulai 1 Januari
2013, dunia pendidikan, khususnya sekolah, akan memberlakukan sebuah sistem baru,
yakni Penilaian Kinerja Guru (PKG). Penilaian ini sudah diatur dalam
Permendiknas No. 35 tahun 2010 tentan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Lalu, apa sebenarnya yang menjadi latar
belakang diberlakukannya PKG ini?
Dalam dunia pendidikan, khususnya
sekolah, guru merupakan elemen paling penting. Mengapa? Semua hal yang
berkaitan dengan pendidikan, mulai dari kurikulum pendidikan, biaya pendidikan,
sarana dan prasarana pendidikan, serta hal lain yang berkaitan dengan dunia
pendidikan akan menjadi tidak berarti jika interaksi guru dan peserta didik
tidak berjalan dengan baik. Bagaimanapun juga, interaksi yang baik antara guru
dan peserta didik ini merupakan esensi dari sebuah pembelajaran.
Tugas dan peran guru dalam mentranformasikan
segala input pendidikan sangatlah vital. Bahkan, saking vitalnya tugas dan
peran guru ini membuat banyak kalangan, terutama pakar pendidikan yang menilai
bahwa perubahan kualitas pendidikan hanya akan tercapai jika kualitas gurunya
ditingkatkan. Namun sayang, saat ini masih sangat sulit untuk mengetahui
realita tentang seberapa berkualitasnya seorang guru.
Jangankan mengetahui kualitas
seorang guru secara pasti, untuk mendapatkan data real terkait performa guru di
hadapan peserta didik pun tidaklah mudah. Bahkan, seorang kepala sekolah dan
pengawas yang notebene kerap melakukan penilaian tidak pernah mendapatkan hasil
yang akurat. Ini terjadi karena dalam kultur budaya Indonesia, kinerja guru ini
masih sangat tertutup.
Contoh kasus, ketika seorang kepala
sekolah atau pengawas hendak melakukan penilaian terhadap seorang guru,
biasanya guru tersebut akan menampilkan performa terbaiknya di hadapan peserta
didik. Semua persiapan terkait instrumen dan pelaksanaan pembelajaran akan
dipersiapkan dengan maksimal. Selesai pengawasan, mungkin guru tersebut akan
kembali memperlihatkan performa yang biasa-biasa saja. Bahkan, tak jarang guru
melaksanakan proses pembelajaran dengan tanpa persiapan dan antusiasme yang
maksimal.
Melihat dari latar belakang yang
sudah diuraikan tadi, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa PKG merupakan sebuah
hal yang benar-benar harus diperhatikan dengan serius. Bahkan, bisa dibilang
PKG ini sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh ditunda-tunda oleh
kepala sekolah atau pengawas pendidikan. Penilaian ini merupakan salah satu
kompetensi yang benar-benar harus dikuasai pengawas pendidikan, khususnya
sekolah, karena PKG merupakan bagian dari kompetensi evaluasi pendidikan. Lalu,
apa saja yang harus dikuasai pengawas agar bisa melakukan PKG?
Seorang pengawas tentunya tidak
boleh gegabah dalam memberikan PKG ini. Terdapat beberapa kemampuan yang harus
dikuasai pengawas agar dapat memberikan PKG dengan tepat. Adapun kemampuan
tersebut meliputi hal-hal berikut.
1.
Memahami lingkup variable yang akan
dinilai, terutama terkait penguasaan kompetensi professional guru.
2.
Mempunyai susunan instrumen atau
standar penilaian guru.
3.
Memiliki data akurat beserta hasil
analisisnya terkait performa guru dalam proses pembelajaran.
4.
Membuat penilaian akhir atau sebuah
simpulan tentang kinerja guru yang diawasinya.
Sebagian
kalangan ada yang menganggap PKG ini merupakan sebuah bentuk sangsi terhadap
kemampuan guru, terutama yang sudah memiliki sertifikat profesi. Padahal,
anggapan tersebut tidaklah benar. PKG dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
penguasaan kompetensi guru dan mengembangkan kinerja keprofesiannya. Selain
itu, hasil dari PKG ini pun diperlukan untuk kenaikan pangkat dan golongan guru
yang bersangkutan.
Dengan demikian, guru tidak perlu khawatir apalagi takut dengan adanya
pemberlakukan sistem PKG ini. Toh, pengawasan terhadap kinerja guru bukanlah
hal yang asing mengingat hal ini sudah sering dilakukan oleh kepala sekolah dan
pengawas sekolah. Sekalipun hasil penilaian yang didapat masih kurang, para
guru tidak lantas akan dikeluarkan dari sekolah. Guru-guru yang ternyata
mendapat hasil penilaian kurang, justru akan diikutsertakan diklat atau
pelatihan guna mengembangkan kemampuannya.
2.
Instrumen
Penilaian Kinerja Guru
Instrumen
tentang PKG ini telah dibuatkan buku khusus yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(Kemendibud, 2012)
Dalam buku itu, Anda bukan hanya akan mendapatkan istrumen PKG, tapi masih
banyak hal lainnya yang berkaitan dengan sistem PKG ini, seperti data
penilaian, landasan PKG, tahapan dan pengendalian PKG, dan kisi-kisi PKG.
Selain itu, Anda juga akan mendapatkan gambaran tentang peta kompetensi, rubric
PKG, serta contoh perhitungan angka kredit penilaian kinerja yang diperoleh
setiap tahunnya.
BAB III
PENUTUP
Penilaian
kinerja pegawai merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara
orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk
mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini
dipenuhi.
Penyempurnaan yang
dilakukan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dari berbagai kekuatan yang
dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada sekaligus untuk menghindari
berbagai ancaman dan untuk meminimalisir bahkan mengeliminir berbagai kelemahan
yang dimiliki.
Melalui sistem
penilaian yang sempurna, diharapkan apa yang menjadi tujuan dari penilaian itu
sendiri bisa tercapai secara efektif, sehingga bisa dihasilkan Aparatur Negara
yang sempurna dan seimbang lahir maupun bathinnya, yang ditandai dengan adanya
tingkat kompetensi yang tinggi dan perilaku yang mencerminkan seorang Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat.
Adanya perilaku yang
baik dan tingkat kompetensi yang tinggi pada masing-masing individu, secara
langsung juga akan meningkatkan kompetensi organisasi atau instansi dimana
pegawai tersebut mengabdi.
Untuk mewujudkan
akuntabilitas publik atau akuntabilitas kinerja instansi pemerintah agar dapat
berjalan sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan bersama, harus disertai
dengan upaya mewujudkan akuntabilitas perilaku/tingkah laku baik personal
(behavior) dan wajib dilakukan oleh setiap entitas (institusi/organisasi)
terhadap personalnya.
Penilaian
prestasi sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan perubahan status Karyawan
(dari status percobaan/kontrak akan menjadi tetap) atau untuk kenaikan
jabatan saja. Tapi juga bisa untuk menentukan mutasi, demosi, kenaikan gaji
berkala (kalau ada), perhitungan insentif, bonus dan bentuk reward yang lain.
B.
SARAN
Demikianlah makalah ini dibuat semoga
bermanfaat dalam menambah wawasan kita semua, penyusun menyarankan pembaca
untuk memberikan kritikan dan saran yang membangun untuk kesuksesan makalah
selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN
Sondang P. Siagian,
MPA, Prof, Dr, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996
Malayu S.P. Hasibuan,
Drs, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1994
Alex S. Nitisemito,
Drs, Ec, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988
Lyle M. Spencer, Jr.,
and Signe M. Spencer, Competence at Work Edition 1, Wiley, New York, 1993
Robert L. Mathis, John
H. Jackson, Human Resource Management Edisi 10, Terjemahan, Salemba Empat,
Jakarta, 2006
Hamid Al Jufri,
Suprapto, Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, Smart Grafika, Jakarta,
2014
0 komentar:
Posting Komentar