PENGAMBILAN KEPUTUSAN
OLEH : WEST ALQORNI
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Dengan
mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini sebagai bentuk tugas kelompok pada Mata Kuliah “Kepemimpinan Pendidikan”.
Dalam
makalah ini akan disajikan materi yang diharapkan dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.
Penyusun
sangat sadar makalah ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu
penyusun sangat terbuka sekali bagi berbagai kritikan dan saran demi perbaikan
di masa yang akan datang. Akhirnya penyusun mohon maaf atas segala
kekurangannya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar
Belakang 1
B. Permasalahan 2
C. Perumusan Masalah 2
D. Tujuan dan
Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A.
Pengertian Pengambilan Keputusan 3
B.
Teori Pengambilan Keputusan 3
C.
Kriteria Pengambilan Keputusan 7
D.
Fungsi dan Tujuan Pengambilan
Keputusan 9
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Keputusan 10
F.
Model Pengambilan Keputusan 10
G.
Proses Pengambilan Keputusan 11
H.
Prinsip-prinsip Pengambilan
Keputusan dalam Islam 11
BAB III PENUTUP 17
A.
Kesimpulan 17
B.
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusan
merupakan kesimpulan terbaik yang diperoleh setelah mengevaluasi berbagai
alternatif. Di dalam arti tersebut, terkandung unsur situasi dasar, peluang
munculnya situasi dasar, dan aktifitas pencapaian keputusan. Walaupun berbagai
literatur yang memandang keputusan sebagai proses menampilkan tersurat kata
keputusan di dalam modelnya. Kajian tentang keputusan juga banyak berbasis
metode. Basis kajian tersebut, dipandang lebih menarik daripada domain
pengambilan keputusan itu sendiri. Berdasarkan kajian metode, keputusan
terpecah menjadi empat, yaitu metode keputusan rasional, metode keputusan tawar
menawar, metode keputusan agregatif dan metode keputusan keranjang sampah.
Sehubungan dengan pendekatan metode berbagai aliran pun dapat sesuai untuk
mengkaji keputusan. Aliran-aliran yang dimaksudkan adalah birokratik, manajemen
saintifik, hubungan kemanusiaan, rasionalitas ekonomi, kepuasan dan analisis
sistem. Dengan demikian pengetahuan alternatif model, metode, aliran digunakan
untuk penentuan pegangan sendiri. Seperti berkenaan dengan ini ada tiga
aktifitas saja untuk sampai pada keputusan, yaitu: kehadiran tujuan, aktifitas
pencarian informasi atau alternatif dan aktifitas evaluasi alternatif. Banyak
sedikitnya informasi yang dilakukan mempengaruhi kecepatan dan kerumitan
pengambilan keputusan. Untuk membeli sebuah ballpoint tidak sama kecepatan dan
kerumitan pengambilan keputusannya dengan membeli pesawat terbang pribadi
Islam
merupakan agama yang bersifat universal, artinya bersifat menyeluruh dan
mengajarkan kebajikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal
pengambilan keputusan. Biasanya pengambilan keputusan dilakukan oleh seorang
pemimpin atau individu yang dipercaya oleh masyarakat, namun demikian
pengambilan keputusan dalam setiap persoalan termasuk di dalamnya persoalan
pendidikan ternyata tidaklah semudah yang kita bayangkan, melainkan memerlukan
analisis yang mendalam, karena apabila tidak dianalisis dapat berdampak negatif
bagi individu maupun masyarakat.
Dalam
hal pengambilan keputusan, tentu masing-masing dari kita memiliki pertanyaan
yang mendasar yakni bagaimana pengambilan keputusan dalam perspektif Islam?
Apakah ada prinsip-prinsip yang mengatur hal tersebut?. Oleh karena itu makalah
ini akan mencoba menjelaskan tentang pengambilan keputusan dan
prinsip-prinsipnya dalam perspektif Islam. Untuk memahami lebih
jauh lagi mengenai pengambilan keputusan itu, bagaiamana model-model
pengambilan keputusan, kriteria pengambilan keputusan dan pengambilan keputusan
berdasarkan konsep Islam maka akan dijelaskan lebih jauh dalam makalah ini.
B. Permasalahan
Permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Pengertian Pengambilan
Keputusan
2.
Teori Pengambilan
Keputusan
3.
Kriteria Pengambilan
Keputusan
4.
Fungsi dan Tujuan
Pengambilan Keputusan
5.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
6.
Model Pengambilan
Keputusan
7.
Proses Pengambilan
Keputusan
8.
Prinsip-prinsip
Pengambilan Keputusan dalam Islam
C. Perumusan
Masalah
Perumusan masalah adalah bagaimana Pengambilan
Keputusan itu.
D. Tujuan
dan Manfaat
Agar dapat menambah wawasan pembaca tentang :
1.
Pengertian Pengambilan
Keputusan
2.
Teori Pengambilan
Keputusan
3.
Kriteria Pengambilan
Keputusan
4.
Fungsi dan Tujuan Pengambilan
Keputusan
5.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
6.
Model Pengambilan
Keputusan
7.
Proses Pengambilan
Keputusan
8.
Prinsip-prinsip
Pengambilan Keputusan dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang
pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making)
diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya
keputusan (decision). Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan menurut beberapa
Ahli :
1. G. R. Terry. Pengambilan keputusan
dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua
atau lebih alternatif yang ada”.
2. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel. Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai
sesuatu cara bertindak adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat
dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
3. Theo Haiman. Inti dari semua
perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam
hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih
oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk
mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
4. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan. Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang
terbaik dari sejumlah alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa
yang akan datang.
5. Chester I. Barnard. Keputusan adalah
perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan gambaran proses
keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku
organisasi lebih penting dari kepentingan perorangan.
Dapat
disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif
solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan merupakan upaya untuk
menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.
B. Teori Pengambilan Keputusan
1. Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang
banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif.
Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat
dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai
masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan
amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya
c. Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara
saksama.
d. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif yang
dipilih dan diteliti.
e. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan
dengan alternatif-altenatif lainnya.
f. Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan akibat-akibatnya’ yang dapat
memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.
Teori
rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam
berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965, 1964,
1959) Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu
sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan
terumuskan dengan jelas.
Lebih
lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara
tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini
masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan
nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah
terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah yang disebut
sunkcost Keputusan-keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu
dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan
mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali
dari yang sudah ada.
Untuk
konteks negara-negara sedang berkembang, menurut R’s. Milne (1972), model
irasional komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah:
informasi/data statistik tidak memadai; tidak memadainya perangkat teori yang
siap pakai untuk kondisi-kondisi negara sedang berkembang; ekologi budaya di mana
sistem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di
negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok
unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.
2. Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori
pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus
dipertimbangkan (seperti dalam teori rasional komprehensif), dan pada saat yang
sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh
pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori
inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan
untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada
sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang
langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya
dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan
kebijaksanaan yang ada sekarang.
c. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja
yang akan dievaluasi.
d. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didefinisikan secara
teratur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkinan untuk
mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan
sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
e. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah.
Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai
analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa
menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk
mencapai tujuan.
f. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat
perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki
ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang
ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang
sama sekali baru di masa yang akan datang.
Keputusan-keputusan
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling
memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat
dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk
paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk
mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai
kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap
program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu
kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ambil
semua atau tidak sama sekali.
Karena
para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti
khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa
datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi
resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu paham
inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat
keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber
lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua
altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada
3. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur
teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju
terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori
rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa
kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan
yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih
mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang
kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan
kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari
kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu
mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Lebih
lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan
hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi
perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh
karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan
keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo,
sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri.
Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur
teori rasional yang terkemuka model inkremental ini justru dianggapnya
merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang
berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan
(inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa
perbaikan-perbaikan besar-besaran.
Model
pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat
keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar
kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan
keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning
dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan
tersebut. Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini pada hakikatnya
merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
C. Kriteria Pengambilan Keputusan
Menurut
konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para
pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan
yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematif itu bagi partai
politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang
dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan
seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik’ dan kebijaksanaan
dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas
pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari
partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
2. Nilai-nilai organisasi
Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin
dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia
terlibat di dalamnya, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai
bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya
menerima dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh
organisasi. Sepanjang nilai-nilai itu ada, orang-orang yang bertindak selaku
pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk
melihat organisasinya tetap lestari dan tetap maju atau untuk memperlancar
program-program dan kegiatan-kegiatannya atau untuk mempertahankan kekuasaan
dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
3. Nilai-nilai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik
atau finansial, reputasi diri atau posisi historis kemungkinan juga digunakan
oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan. Para politisi
yang menerima uang sogok untuk membuat keputusan tertentu yang menguntungkan si
pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau
penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai
kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan
para wartawan bahwa ia akan menggebuk siapa saja yang bertindak
inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pribadinya misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa
sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
4. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan
kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik ini
semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan demi keuntungan politik,
organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak
berdasarkan atas persepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan
tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat
dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan
sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan
itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang
merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa
perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang
fatal.
5. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan
yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana
mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang
meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan
Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa
yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri telah
memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam
negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme
telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan
bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di
Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku
politik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan
sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai
instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat
(Abdul Wahab, Solichin, 1987).
D. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan
1. Fungsi Pengambilan Keputusan Individual atau kelompok baik secara
institusional ataupun organisasional, sifatnya futuristik.
2. Tujuan Pengambilan Keputusan
a. Tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan
masalah lain)
b. Tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat
kontradiktif ataupun tidak kontradiktif)
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
2. Komposisi kelompok. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
komposisi kelompok.
a. penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar informasi
b. pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi
c. komunikasi dan status struktur; biasanya yang posisinya tertinggi paling
mendominasi dalam kelompok.
d. ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar opini,
konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok
tersebut.
- Kesamaan anggota kelompok. Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.
- Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbandingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.
F. Model Pengambilan Keputusan
1. Model Pengambilan Keputusan dalam keadaan kepastian (Certainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu
hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/Deterministik.
2. Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi berisiko (Risk). Menggambarkan
bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan
hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungkan
atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model
Stokastik.
3. Model Pengambilan Keputusan dengan ketidakpastian (Uncertainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah
kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak
dapat diketahui. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi yang
paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian
ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory).
G. Proses Pengambilan Keputusan
Secara
umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut:
1. Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi
masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam
manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
2. Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah
persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model
matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
3. Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan
masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
4. Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang
terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil
dari keputusan.
5. Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap
implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam
jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan
peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.
Dari
poin-poin diatas dapat kita ketahui bahwa dalam proses pengambilan keputusan
hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita
mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang
meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta
mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya
terciptalah sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.
Jika manajemen organisasi seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan
kekuasaan dalam pengambilan keputusan seperti kasus Gayus tersebut. Semoga
pemegang kekuasaan pengambilan keputusan seperti Pengadilan atau Mahkamah Agung
hendaknya perlu membangun sistem pengambilan yang terbaik demi terciptanya rasa
keadilan bagi seluruh warga negara.
H. Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan dalam Islam
Dalam
Islam dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses pilihan
yang diambil oleh seorang pemimpin dari berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan
yang berdasarkan nilai-nilai Islami yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Berdasarkan pemahaman tersebut dapat kita pahami bahwa menurut Islam yang menjadi barometer dalam pengambilan keputusan adalah nilai-nilai Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Apabila ada hal-hal yang dianggap melanggar Islam maka dapat dikatakan bahwa keputusan tersebut kurang baik. Hal ini bukan berarti Islam sangat eksklusif dan tertutup terhadap hal-hal yang bukan berasal dari Islam, harus kita pahami bahwa Islam sangat menjujung tinggi nilai-nilai yang dapat menunjang kehidupan manusia sendiri, seperti demokrasi, hak asasi manusia dan sebagainya.
Berdasarkan pemahaman tersebut dapat kita pahami bahwa menurut Islam yang menjadi barometer dalam pengambilan keputusan adalah nilai-nilai Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Apabila ada hal-hal yang dianggap melanggar Islam maka dapat dikatakan bahwa keputusan tersebut kurang baik. Hal ini bukan berarti Islam sangat eksklusif dan tertutup terhadap hal-hal yang bukan berasal dari Islam, harus kita pahami bahwa Islam sangat menjujung tinggi nilai-nilai yang dapat menunjang kehidupan manusia sendiri, seperti demokrasi, hak asasi manusia dan sebagainya.
Sebagimana
yang sudah dijelaskan di atas bahwa Islam adalah agama yang bersifat universal,
maka dalam pengambilan keputusan ada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
mengatur hal tersebut. Hal ini diperlukan agar pengambilan keputusan tersebut
dilaksanakan dengan baik dan tidak merugikan masyarakat banyak. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain :
1.
Adil
Prinsip yang pertama dan paling utama dalam pengambilan keputusan
adalah adil. Secara istilah adil dapat diartikan tidak berat sebelah, tidak
memihak dan seimbang. Prinsip keadilan sangat penting karena dengan keadilan
keputusan yang diambil tidak merugikan oerang lain. Dalam Islam sifat adil
sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin karena melalui sifat adil seorang
pemimpin akan dihormati dan dimuliakan oleh Allah. Allah telah berfirman dalam
Al Qur’an surat Al Maidah yang artinya “Hai orang yang beriman, hendaklah
kamu jadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”. Berlaku adillah karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam ayat di atas, sangat jelas bahwa
Allah swt memerintahkan segenap manusia untuk berbuat adil dalam setiap hal.
Hal itu pula yang menjadikan Islam dalam semua syariatnya menjunjung tinggi
prinsip keadilan. Begitu pentingnya sifat adil bagi pemimpin, Ibn Taymiyah
punya pendapat yang agak ekstrem. Menurutnya, pemimpin yang adil meskipun
kafir lebih baik daripada pemimpin Muslim tetapi tidak adil. Alasannya
cukup rasional, kekafirannya hanya memberikan mudarat kepada dirinya, sedangkan
keadilannya bermanfaat kepada orang lain/rakyat. Sedangkan pemimpin Muslim yang
tidak adil, keislamannya hanya bermanfaat untuk dirinya, sedangkan
ketidakadilannya memberi mudarat kepada orang lain/rakyat.
2.
Amanah
Prinsip selanjutnya adalah amanah bertanggung jawab Pengertian amanah, sebagaimana dirumuskan dalam beberapa kitab kuning, adalah "syu'urul mar'i bi tabi'atihi fi kulli amrin yukalu ilaihi". Artinya, rasa tanggung jawab seseorang akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya. Amanah dapat diartikan pula terpercaya. Melalui amanah maka dalam pengambilan keputusan akan memiliki dampak psikologis bahwa keputsan tersebut merupakan keputusan yang harus dilaksanakan dan akan dipertanggung jawabkan dikemudian hari. Sifat amanah sangat diperlukan karena menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap pemimpin yang mendapat amanah dari manusia untuk menjalankan kepemimpinan ini dibebani amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anfaal ayat 27 :
Prinsip selanjutnya adalah amanah bertanggung jawab Pengertian amanah, sebagaimana dirumuskan dalam beberapa kitab kuning, adalah "syu'urul mar'i bi tabi'atihi fi kulli amrin yukalu ilaihi". Artinya, rasa tanggung jawab seseorang akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya. Amanah dapat diartikan pula terpercaya. Melalui amanah maka dalam pengambilan keputusan akan memiliki dampak psikologis bahwa keputsan tersebut merupakan keputusan yang harus dilaksanakan dan akan dipertanggung jawabkan dikemudian hari. Sifat amanah sangat diperlukan karena menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap pemimpin yang mendapat amanah dari manusia untuk menjalankan kepemimpinan ini dibebani amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anfaal ayat 27 :
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä w (#qçRqèrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès?
"Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan
kamu mengetahui (akibatnya)."
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# (
cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$#
Allah SWT memuji orang yang kuat dan sanggup memikul amanat sebagai
orang yang paling baik (Q.S. Al-Qashash:26)
3.
Istiqomah
Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam apa-apa keadaan sekalipun. Dalam pengambilan keputusan kita harus mempunyai keteguhan yang berdasarkan nili-nilai Islami artinya kita tidak mudah goyah dalam membela kebenaran yang sudah kita yakini dalam al-Quran sudah dijelsaskan tentang istiqomah yakni dalam surat Fusilat yang artinya : Katakanlah ( Wahai Muhammad ): “Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada Aku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang betul lurus (yang membawa kepada mencapai keredhaan-Nya)……”
Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam apa-apa keadaan sekalipun. Dalam pengambilan keputusan kita harus mempunyai keteguhan yang berdasarkan nili-nilai Islami artinya kita tidak mudah goyah dalam membela kebenaran yang sudah kita yakini dalam al-Quran sudah dijelsaskan tentang istiqomah yakni dalam surat Fusilat yang artinya : Katakanlah ( Wahai Muhammad ): “Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada Aku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang betul lurus (yang membawa kepada mencapai keredhaan-Nya)……”
4.
Kejujuran
Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Karena melalui kejujuran akan mendekatkan kita kepada kebaikan. Rasulullah bersabda :
Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Karena melalui kejujuran akan mendekatkan kita kepada kebaikan. Rasulullah bersabda :
Dari Abdullah
bin Mas’ud RA., dari Nabi Muhammad SAW. bahwasanya beliau bersabda. “Sesungguhnya
sidiq itu membawa pada kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan pada surga. Dan
seseorang beperilaku sidiq, hingga ia dikatakan sebagai seorang yang siddiq.
Sementara kedustaan akan membawa pada keburukan, dan keburukan akan
mengantarkan pada api neraka. Dan seseorang berperilaku dusta, hingga ia
dikatakan sebagai pendusta.” (HR. Bukhari).
Hadits
sederhana ini menggambarkan dua hakekat perbedaan yang begitu jauh. Pertama
mengenai As-Sidiq (kejujuran & kebenaran iman), yang digambarkan Rasullah SAW.
sebagai pintu gerbang kebaikan yang akan mengantarkan seseorang ke surga.
Sementara hakekat yang kedua adalah kedustaan (Al-Kadzb), yang merupakan pintu
gerbang keburukan yang akan mengantarkan pelakunya ke dalam neraka. Sidiq
merupakan hakekat kebaikan yang memiliki dimensi yang luas, karena mencakup
segenap aspek keislamamn. Oleh karena itulah, dalam ayat lain, Allah
memerintahkan kita untuk senantiasa bersama-sama orang yang sidiq:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB úüÏ%Ï»¢Á9$#
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (sidiq).” (At-Taubah: 119).
5.
Musyawarah
Istilah musyawarah berasal dari bahasa arab yaitu musyawarah yang merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Syawara - yusyawiru berarti “menampakkan dan menawarkan dan mengambil sesuatu”. Makna terakhir terdapat dalam ungkapan Syawartu fulanan fi amri (saya mengambil pendapat si fulan mengenai urusanku).
Salah satu keterangan menyatakan bahwa bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian harus atas dasar persamaan dan adil diantara mereka, pernyataan ini mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perdamaian atau mengambil keputusan itu harus disepakati dan diterima bersama. Hal ini hanya bisa di lakukan dalam satu prosedur yaitu usyawarah diantara mereka. Tanpa musyawah persamaan dan adil itu sulit atau bahkan mustahil bisa dipenuhi, karena hanya dalam musaywarah setiap oran memiliki persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan masing-masing terhadap masalah yang sedang dirundingkan.
Istilah musyawarah berasal dari bahasa arab yaitu musyawarah yang merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Syawara - yusyawiru berarti “menampakkan dan menawarkan dan mengambil sesuatu”. Makna terakhir terdapat dalam ungkapan Syawartu fulanan fi amri (saya mengambil pendapat si fulan mengenai urusanku).
Salah satu keterangan menyatakan bahwa bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian harus atas dasar persamaan dan adil diantara mereka, pernyataan ini mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perdamaian atau mengambil keputusan itu harus disepakati dan diterima bersama. Hal ini hanya bisa di lakukan dalam satu prosedur yaitu usyawarah diantara mereka. Tanpa musyawah persamaan dan adil itu sulit atau bahkan mustahil bisa dipenuhi, karena hanya dalam musaywarah setiap oran memiliki persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan masing-masing terhadap masalah yang sedang dirundingkan.
Apabila dikaitkan dengan masalah Pendidikan, maka prindip
musyawarah, saa kira sangat diperlukan terutam dalam setiap menentukan
kebijakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pemerintah atau
pihak sekolah dalam hal ini memiliki hak yang sama saya kira dalam menentukan
peraturan atau sistem pendidikan yang akan dipakai disetiap lembaga pendidikan
nantinya.
Dengan musyawarah masalah-masalah pendidikan yang terjadi seperti
saat ini, bisa diminimalisir bahkan dihindari; sehingga pada khirnya akan
mendapai satu kesepakatan bersama sesuai dengan harapan bersama dan tidak ada
salah satu pihak ang merasa dirugikan atas keputusan bersama itu. Allah dalam
firman-Nya surat Al-Syura ayat 38:
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã
“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya, dan mendirikan salat,sedangkan
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah dan mereka membelanjakan sebaian
rezeki yang telah kami berikan kepada mereka.”
Kemudian Allah dalam surat Ali-Imran ayat 159.
Kemudian Allah dalam surat Ali-Imran ayat 159.
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 (
öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym (
ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# (
#sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
“Maka dengan sebab rahmat dari Allah engkau berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar , niscaya
mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan
mohon ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu .
kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
allah. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”
Al-Thabrani menafsirkan ayat diatas bahwa sesungguhnya Allah
menyuruh nabi-Nya agar bermusyawarah dengan umatnya tentang urusan yang akan
dilaksanakan supaya tahu hakikat urusan tersebut. Dengan bermusyawarah setiap
orang dapat mengemukakan pendapatnya sehingga nantinya akan mendapatkan hasil
atau keputusan yang sesuai dengan kehendak bersama.
6.
Tabligh
Tabligh adalah menyampaikan wahyu atau risalah
dari Allah SWT kepada orang lain. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul
menyembunyikan dan merahasiakan wahyu/ risalah Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Definisi Pembuatan Kebijaksanaan Negara sebagai keseluruhan proses yang
menyangkut pengartikulasian dan pendefinisiaan masalah, perumusan
kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan
politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik,
pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang
dipilih, pengesahan dan pelaksanaan /implementasi, monitoring dan peninjauan
kembali (umpan balik).
2. Terdapadat beberapa teori pengambilan keputusan yang dianggap paling sering
dibicarakan dalam pelbagai kepustakaan kebijakan negara diantaranya ; Teori
Rasional Komprehensif, Teori Inkremental, Teori Pengamatan Terpadu (Mixed
Scanning Theory).
3. Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman
perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu : Nilai-nilai
Dengan
mengulas langsung ke nilai-nilai ajaran Islam itu maka tesis Huntington
dan Fukuyama yang mengatakan: ''bahwa realitas empirik masyarakat Islam tidak
kompatibel dengan demokrasi'' adalah tidak seluruhnya benar. Karena belum
menyentuh ke subtansi ajaran Islam dan heteregonitas di dalam dunia Islam.
dan Fukuyama yang mengatakan: ''bahwa realitas empirik masyarakat Islam tidak
kompatibel dengan demokrasi'' adalah tidak seluruhnya benar. Karena belum
menyentuh ke subtansi ajaran Islam dan heteregonitas di dalam dunia Islam.
B. Saran
Gunakanlah
makalah ini dengan sebaik-baiknya dan jadikanlah makalah ini sebagai bahan
referensi untuk makalah yang sejenis.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Hadits
Mulyono. 2011. Teori
Pengambilan Keputusan, http:// Mulyono.Blogspot.com
Anneahira. 2011. Pengambilan
Keputusan. Hhtp://Anneahira.Blogspot.com
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan
menurut Islam. Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Robbins, Coulter. 2009.
Manajemen edisi Kedelapan. Jakarta. PT. Indeks
Usman, Husani. 2008. Manajemen
“Teori, Praktek & Riset Pendidikan”. Jakarta Timur.
PT. Bumi Aksara
Assalamualaikum.....izin copas ya.... makalah yang disajikan sangat berguna bagi saya. Tanks Wassalam
BalasHapus